Restie dwi oktianis
15209739
4ea16
Bisnis
dapat diartikan sebagai kegiatan memproduksi dan menjual barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Kegiatan bisnis terjadi karena keinginan untuk
saling memenuhi kebutuhan hidup masing-masing manusia, dan masing-masing pihak
tentunya memperoleh keuntungan dari proses tersebut. Tidak dapat disangkal
bahwa pada umumnya orang berpendapat bahwa bisnis adalah untuk mencari
keuntungan sebesar-besarnya. Untuk memaksimumkan keuntungan tersebut, maka
tidak dapat dihindari sikap dan perilaku yang menghalalkan segala cara yang
sering tidak dibenarkan oleh norma moral.
Kalau
memaksimalkan keuntungan menjadi satu-satunya tujuan perusahaan, dengan
sendirinya akan timbul keadaan yang tidak etis. Mengapa begitu? Jika keuntungan
menjadi satu-satunya tujuan, semuanya dikerahkan dan dimanfaatkan demi
tercapainya tujuan itu, termasuk juga karyawan yang bekerja dalam perusahaan.
Akan tetapi, memperalat karyawan karena alasan apa saja berarti tidak
menghormati mereka sebagai manusia. Dengan itu dilanggar suatu prinsip etis
yang paling mendasar kita selalu harus menghormati martabat manusia. Immanuel
Kant, filsuf Jerman abad ke-18, menurutnya prinsip etis yang paling mendasar
dapat dirumuskan sebagai berikut: “hendaklah memperlakukan manusia selalu juga
sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana belaka”. Mereka
tidak boleh dimanfaatkan semata-mata untuk mencapai tujuan. Misalnya, mereka
harus dipekerjakan dalam kondisi kerja yang aman dan sehat dan harus diberikan
gaji yang pantas.
Sejarah mencatat Revolusi Industri yang
terjadi dari 1760 sampai 1830 dengan tujuan untuk memaksimalisasi keuntungan,
menyebabkan tenaga buruh dihisap begitu saja, sungguh diperalat. Upah yang
diberikan sangat rendah, hari kerja panjang sekali, tidak ada jaminan
kesehatan. Jika buruh jatuh sakit ia sering diberhentikan dan dalam keadaan
lain pun buruh bisa diberhentikan dengan semena-mena. Lebih parahnya, banyak
dipakai tenaga wanita dan anak dibawah umur, karena kepada mereka bisa
diberikan upah lebih rendah lagi dan mereka tidak mudah memberontak. Hal ini
menunjukkan bahwa maksimalisasi keuntungan sebagai tujuan usaha ekonomis bisa membawa
akibat kurang etis.
Di
satu pihak perlu diakui, bisnis tanpa tujuan profit bukan bisnis lagi. Di lain
pihak keuntungan tidak boleh dimutlakkan. Keuntungan dalam bisnis merupakan
suatu pengertian yang relatif. Ronald Duska (1997) dalam Bertens (2000),
mencoba untuk merumuskan relativitas tersebut dengan menegaskan bahwa kita
harus membedakan antara purpose (maksud) dan motive. Maksud
bersifat obyektif, sedangkan motivasi bersifat subyektif. Keuntungan tidak
merupakan maksud bisnis. Maksud bisnis adalah menyediakan produk atau jasa yang
bermanfaat untuk masyarakat. Keuntungan hanya sekadar motivasi untuk mengadakan
bisnis. Oleh karena itu, bisnis menjadi tidak etis, kalau perolehan untung
dimutlakkan dan segi moral dikesampingkan.
Keuntungan memungkinkan bisnis hidup terus, tetapi tidak
menjadi tujuan terakhir bisnis itu sendiri. Oleh karenanya tidak bisa
dikatakan lagi bahwa profit merupakan satu-satunya tujuan bagi bisnis. Beberapa
cara untuk melukiskan relativitas keuntungan dalam bisnis, dengan tidak
mengabaikan perlunya (Bertens, 2000), adalah sebagai berikut:
1.
Keuntungan merupakan tolak ukur untuk menilai
kesehatan perusahaan atau efisiensi manajemen dalam perusahaan;
2.
keuntungan adalah pertanda yang menunjukkan
bahwa produk atau jasanya dihargai oleh masyarakat;
3.
keuntungan adalah cambuk untuk meningkatkan
usaha;
4.
keuntungan merupakan syarat kelangsungan
perusahaan;
5.
keuntungan mengimbangi resiko dalam usaha.
Dari konsep relativitas
keuntungan diatas, mengisyaratkan bahwa keuntungan bukan yang utama dalam
bisnis. Persepsi manfaat dari pencapaian keuntungan harus dirubah, karena
bisnis bukan semata-mata untuk memperoleh keuntungan materiil. Untuk itu
prinsip-prinsip etika yang diterapkan dalam kegiatan bisnis pada
perusahaan-perusahaan bisnis, haruslah mengacu pada stakeholders benefit.
Stakeholders
adalah semua pihak yang berkepentingan dengan kegiatan suatu perusahaan. Pihak
berkepentingan internal adalah “orang dalam” dari suatu perusahaan: orang atau
instansi yang secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, seperti
pemegang saham, manajer, dan karyawan. Pihak berkepentingan eksternal adalah
“orang luar” dari suatu perusahaan: orang atau instansi yang tidak secara
langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, seperti para konsumen, masyarakat,
pemerintah, lingkungan hidup. Kita bisa mengatakan bahwa tujuan perusahaan
adalah manfaat semua stakeholders. Misalnya, tidak etis kalau dalam
suatu keputusan bisnis hanya kepentingan para pemegang saham dipertimbangkan.
Bukan saja kepentingan para pemegang saham harus dipertimbangkan tapi juga
kepentingan semua pihak lain, khususnya para karyawan dan masyarakat di sekitar
pabrik.
Beberapa prinsip etis dalam bisnis telah
dikemukakan oleh Robert C.Solomon
(1993) dalam Bertens (2000), yang memfokuskan pada keutamaan pelaku bisnis
individual dan keutamaan pelaku bisnis pada taraf perusahaan. Berikut
dijelaskan keutamaan pelaku bisnis individual, yaitu:
a. Kejujuran
Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan pertama
dan paling penting yang harus dimiliki pelaku bisnis. Orang yang memiliki
keutamaan kejujuran tidak akan berbohong atau menipu dalam transaksi bisnis.
Pepatah kuno caveat emptor yaitu hendaklah pembeli berhati-hati. Pepatah
ini mengajak pembeli untuk bersikap kritis untuk menghindarkan diri dari pelaku
bisnis yang tidak jujur. Kejujuran memang menuntut adanya keterbukaan dan
kebenaran, namun dalam dunia bisnis terdapat aspek-aspek tertentu yang tetap harus
menjadi rahasia. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa setiap informasi yang tidak
benar belum tentu menyesatkan juga.
b. Fairness
Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar
kepada semua orang dan dengan ”wajar” yang dimaksudkan apa yang bisa disetujui
oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi.
c. Kepercayaan
Kepercayaan adalah keutamaan yang penting dalam konteks
bisnis. Kepercayaan harus ditempatkan dalam relasi timbal-balik. Pebisnis yang
memiliki keutamaan ini boleh mengandaikan bahwa mitranya memiliki keutamaan
yang sama. Pebisnis yang memiliki kepercayaan bersedia untuk menerima mitranya
sebagai orang yang bisa diandalkan. Catatan penting yang harus dipegang adalah
tidak semua orang dapat diberi kepercayaan dan dalam memberikan kepercayaan
kita harus bersikap kritis. Kadang kala juga kita harus selektif memilih mitra
bisnis. Dalam setiap perusahaan hendaknya terdapat sistem pengawasan yang
efektif bagi semua karyawan, tetapi bagaimanapun juga, bisnis tidak akan
berjalan tanpa ada kepercayaan.
d. Keuletan
Keutamaan keempat adalah keuletan, yang berarti pebisnis
harus bertahan dalam banyak situasi yang sulit. Ia harus sanggup mengadakan
negosiasi yang terkadang seru tentang proyek atau transaksi yang bernilai
besar. Ia juga harus berani mengambil risiko kecil ataupun besar, karena
perkembangan banyak faktor tidak diramalkan sebelumnya. Ada kalanya ia juga
tidak luput dari gejolak besar dalam usahanya. Keuletan dalam bisnis itu cukup dekat dengan keutamaan
keberanian moral.
Selanjutnya, empat
keutamaan yang dimiliki orang bisnis pada taraf perusahaan, yaitu:
a. Keramahan
Keramahan tidak merupakan taktik bergitu saja untuk
memikat para pelanggan, tapi menyangkut inti kehidupan bisnis itu sendiri,
karena keramahan itu hakiki untuk setiap hubungan antar-manusia. Bagaimanapun
juga bisnis mempunyai segi melayani sesama manusia.
b. Loyalitas
Loyalitas berarti bahwa karyawan tidak bekerja
semata-mata untuk mendapat gaji, tetapi juga mempunyai komitmen yang tulus
dengan perusahaan. Ia adalah bagian dari perusahaan yang memiliki rasa ikut
memiliki perusahaan tempat ia bekerja.
c. Kehormatan
Kehormatan adalah keutamaan yang membuat karyawan menjadi
peka terhadap suka dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan. Nasib
perusahaan dirasakan sebagai sebagian dari nasibnya sendiri. Ia merasa bangga
bila kinerjanya bagus.
d. Rasa
Malu
Rasa malu membuat karyawan solider dengan kesalahan
perusahaan. Walaupun ia sendiri barang kali tidak salah, ia merasa malu karena
perusahaannya salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar