Minggu, 20 November 2011

LOYALITAS PELANGGAN : SEBUAH KAJIAN KONSEPTUAL SEBAGAI PANDUAN BAGI PENELITI

Basu Swastha Dharmmesta
NAMA  : RESTIE DWI OKTIANIS
NPM      : 15209739



PENDAHULUAN
Pemasar pada ummnya menginginkan bahwa pelanggan yang diciptakannya dapat dipertahankan selamanya. Baik pada perubahan pada diri pelanggan seperti selera maupun aspek-aspek psikologis, sosial dan kultural pelanggan. Istilah loyalitas pelanggan sebetulnya berasal dari loyalitas merek yang mencerminkan loyalitas pelanggan pada merek tertentu.
Loyalitas dapat difahami sebagai  sebuah konsep yang menekankan pada runtutan pembelian sepert yang dikutip oleh Dick dan Basu (1994) dari day (1969) dan jacoby dan Olson 91970). Jika pengertian loyalitas pelanggan menekankan pada runtutan pembelian, proporsi pembelian, atau dapat juga probabilitas pembelian, hal ini lebih bersifat operasional, bukannya teoritis. Penelitian tentang loyalitas merek selalu berkaitan dengan preferensi konsumen dan pembelian actual, meskipn bobot relatif yang diberikan pada kedua variabel itu dapat berbeda, bergantung pada bidang produk atau merek yang terlibat dan faktor  situasional yang ada pada saat pembelian tertentu dilakukan. Sebagai contoh, loyalitas sebuah merek yang rentan terhadap perbedaan harga atau terhadap kondisi kehabisan persediaan memerlukan perhatian yang lebih besar pada penetapan harga kompetitif dan alokasi sumber yang lebih banyak untuk mempertahankan distribusi dibandingkan dengan loyalitas sebuah merek yang kurang rentan terhadap dua variabel pemasaran tersebut.

Pendekatan Atittudinal dan Behavioural
Pendekatan attitudinal sebagai koitmen psikologis dan pendekatan behavioural yang tercermin dalam perilaku beli aktual. Jacoby dan Kryner (1973) telah mengklarifikasi istilah tersebut melalui definisi yang mencakup enam kondisi yang secara kolektif memadai sebagai berikut :
Loyalitas merek adalah (1) respon keperilakuan (yaitu pembelian), (2) yang bersifat bias (nonrandom), (3) terungkap secara terus-menerus, (4) oleh unit pengambilan keputusan, (5) dengan memperhatikan satu atau beberapa merek alternatif dari sejumlah merek sejenis, dan (6) merupakan fungsi proses psikologis (pengambilan keputusan, evaluatif). Pemahaman tentang hubungan antara loyalitas merek secara psikologis dan faktor-faktor situasional yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian mencerminkan informasi kritis yang dapat mempengaruhi pengembangan rencana dan strategi pemasaran. Sebagai contoh, loyalitas sebuah merek yang rentan terhadap perbedaan harga atau terhadap kondisi kehabisan persediaan memerlukan perhatian yang lebih besar pada penetapan harga kompetitif dan alokasi sumber yang lebih banyak untuk mempertahankan distrbusi dibandingkan dengan loyalitas sebuah merek yang kurang rentan terhadap dua variabel pemasaran tersebut.
Mowen dan Minor (1998) menggunakan definisi loyalitas merek dalam arti kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Definisi yang dikemukakan oleh Mowen di muka didasarkan pada ke dua pendekatan, yaitu keperilakuan dan attitudinal. Jika pendekatan yang dipakai adalah pendekatan keperilakuan. Jika pendekatan yang dipakai adalah pendekatan keperilakuan, maka perlu dibedakan antara loyalitas merek dan perilaku beli uang. Perilaku beli ulang dapat yang dapat diartikan sebagai perilaku konsumen yang hanya membeli sebuah produk secara berulang-ulang, tanpa menyertakan aspek perasaan di dalamnya. Sebaliknya loyalitas merek mengandung aspek kesukaan konsumen pada sebuah merek.

MEREK DAN ATRIBUT PRODUK SEBAGAI OBYEK LOYAL
Obyek yang dimaksud adalah merek atau atribut lain yang melekat pada produk. Akan tetapi, atribut lain seperti kualitas, kemasan, warna, dan sebagainya, jarang digunakan oleh pelanggan sebagai obyek loyal; dan tentunya akan menjadi lebih sulit pengukurannya. Jika seorang pelanggan menggunakan atrbut lain sebagai obyek loyal, pada akhirnya juga akan dikaitkan dengan merek favoritnya. Demikian halnya dengan atribut yang lain seperti kualitas dan kemasan.

KATEGORI LOYALITAS
Jacoby dan Chestnut (1978) telah mebedakan empat macam loyalitas, yaitu :
1.       Loyalitas merek fokal yang sesungguhnya (true focal brand loyality), loyalitas pada merek tertentu yang menjadi minatnya,
2.       Loyalitas merek ganda sesungguhnya (true multibrand loyalty), termasuk merek fokal
3.       Pembelian ulang (repeat purchasing) merek fokal dari nonloyal, dan
4.       Pembelian secara kebetulan (happenstance purchasing) merek fokal oleh pembeli-pembeli loyal dan nonloyal merek lain.

Kategori loyalitas inilah yang selalu diharapkan oleh pemasar pada pelanggannya. Pendeteksian adanya loyalitas merek tunggal yang sesungguhnya dapat dilakukan dengan menguji :
1.       Struktur keyakinan (kognitif), artinya informasi merek yang  dipegang oleh konsumen (yaitu, keyakinan konsumen) harus menunjuk pada merek fokal yang dianggap superior dalam  persaingan
2.       Struktur sikap (afektif), artinya tingkat kesukaan konsumen harus lebih tinggi dari merek saingan, sehingga ada preferensi yang jelas pada merek fokal dan
3.       Struktur niat (konatif) konsumen terhadap merek fokal, artinya konsumen harus mempunyai niat untuk membeli merek fokal, bukannya merek lain, ketika keptusan beli dilakukan.

Konsumen pada kondisi sepert ni dapat melakukan pembelan ulang karena hanya satu merek yang tersedia di penjual terdekat. Jika patronase pengulangan dan sikap relatifnya sama-sama rendah, tidak terjadi loyalitas. Akan tetapi, kebutuhan yang bersifat sering untuk suatu produk atau layanan, pembelan ulang yang rendah pada sebuah merek masih dapat memberikan harapan bagi pemasar apabila dapat ditanamkan sikap relatif yang tinggi pada konsumen.

TAHAP-TAHAP LOYALITAS BERDASARKAN PENDEKATAN ATTITUDINAL DAN BEHAVIOURAL
Tahap pertama : Loyalitas Kognitif
Konsumen yang mempnyai loyalitas tahap pertama ini menggunakan basis informasi yang secara memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lainnya. Jadi, loyalitasnya hanya didasarkan pada kognisi saja. Sebagai contoh, sebuah pasar swalayan secara konsisten selalu menawarkan harga yang lebih rendah dari pesaing yang ada. Jadi, pemasar harus memiliki alasan yang lebih kuat lagi agar konsumen tetap loyal.

Tahap kedua : Loyalitas Afektif
Sikap merupakan fungsi dar kognisi (pengharapan) pada periode awal pembelian (masa pra konsumsi) dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya plus kepasan di perode berikutnya (masa pasca konsumsi). Seperti dikemukakan oleh Johnson, Anderson, dan Fomell (1995), bahwa kepuasan itu merupakan konstrak kumulatif yang dapat dimodelkan sebagai model dinamis kepuasan pasar.
Karena pendekatan behavioural menekankan pada tindakan rill konsumen dalam pembelian ulang maka model matematis di muka dapat dimodifikasi ke dalam model konseptual.
Munculnya loyalitas afektif ini  didorong oleh factor kepuasan. Namun demikan masih tetap belum menjamin adanya loyalitas. Menurut penelitan, kepuasan konsumen berkorelasi tinggi dengan niat membeli ualang di waktu mendatang.

Tahap Ketiga : Loyalitas Konatif
Konasi mennjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu kearah suatu tujan tertentu. Loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mnecakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian.  Jenis komitmen ni sudah melampaui afek, bagian dari property motivasonal untuk mendapatkan merek yang disukai. Afek hanya menunjukkan kecenderungan motivasional, sedangkan komitmen menunjukkan suatu  keinginan untuk menjalankan tindakan.

Tahap Keempat : Loyalitas Tindakan
Dalam runtutan kontrol tindakan, niat yang diikuti oleh motivasi, merupakan kondisi yang mengarah pada kesiapan bertindak dan pada keinginan untuk mengatasi hambatan untuk mencapai tindakan tersebut. Jadi, tindakan merupakan hasil dari pertemuan dua kondisi tersebut. Dengan kata lain, tindakan mendatang sangat didukung oleh pengalaman mencapai sesuatu dan penyelesaian hambatan. Ini menunjukkan bagaimana loyalitas itu dapat menjadi kenyataan, yaitu pertama-tama sebagai loyalitas kognitif, kemudian loyalitas afektif, dan loyaltas konatif, dan akhirnya sebagai loyalitas tindakan.

KUALITAS PRODUK UNTUK MENGEMBANGKAN LOYALITAS MEREK
Konsumen yang memperoleh kepuasan atas produk yang dibelinya cenderung melakukan pembelian ulang produk yang sama. Ini dapat digunakan oleh pemasar untuk mengembangkan loyalitas merek dar konsumennya. Jika pemasar sangat memperhatikan kualitas, bahkan diperkuat dengan periklanan yang intensif, loyalitas konsumennya pada merek yang ditawarkan akan lebih mudah diperoleh. Kualitas dan periklanan itu menjadi factor kunci untuk menciptakan loyalitas merek jangka panjang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumen akan menjadi loyal pada merek-merek berkualitas tinggi jika produk-produk itu ditawarkan dengan harga yang wajar. Contoh : pasta gigi Crest, saos tomat Heinz, dan rokok Marlboro.

PENGUKURAN LOYALITAS MEREK
Loyalitas merek menunjukkan kecenderungan konsumen untuk membeli sebuah merek tertentu dengan tingkat konsistensi yang tinggi. Cara in mempunya kelemahan, yaitu bahwa penentuan loyalitas merek itu sangat arbitrer dan meragukan. Apakah konsumen itu dianggap loyal jika mereka mencurahkan 100% pembelian mereka pada satu merek tertentu? Atau seharusnya 75%? Atau mungkin 50%? Cara ini tidak memperhatikan factor kondisi penggunaan yang berbeda. Sebagai subsitusi bagi suatu produk, produk tertentu itu kemungkinan dibel untuk tujuan yang berbeda.

BAGAIMANA MENGIDENTIFIKASI PELANGGAN YANG LOYAL PADA MEREK ?
Dalam praktek, pengidentifikasian loyalitas merek harus dilakukan secara terus-menerus. Basis harian, mingguan, atau bulanan dapat dipakai sesuai dengan karakteristik keputusan beli konsumen. Perlu diperhatikan juga bahwa jika konsumen membeli produk-produk tertentu karena pengaruh promosi penjualan dari pemasar dan bukannya karena kualitas positif ntrinsik produk tersebut, maka konsumen akan memiliki kebiasaan beli hanya ketika diadakan promosi penjualan.

KESIMPULAN DAN  IMPLIKASI BAGI PEMASAR
Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa kesukaan merek itu terbentuk mulai ketika konsumen masih anak-anak dan menginjak dewasa ( Guest, 1964 dalam Solomon, 1996). Konsumen yang loyal pada merek akan membentuk suatu basis yang solid bagi profitabilitas merek itu. Konsumen yang loyal merek dapat diidentifikasi berdasar pola pembeliannya, seperti runtutan pembelian (tiga atau empat kali pembelian yang sama) atau proporsi pembelian (delapan dari sepuluh kali pembelian merek yang sama). Karena pengukuran loyalitas merek melibatkan pembelian ulang dan komitmen pada merek, maka akan sulit dibedakan antara konsumen yang loyal merek dan konsumen yang pembeliannya berdasarkan kebiasaan.  Pemasar dapat mempengaruhi pola pembelian konsumen dengan melakukan promosi penjualan yang intensif seperti pemberian kupon, atau dengan menawarkan perubahan harga. Komitmen merek yang kuat selalu ada pada konsumen yang loyal merek, sehingga mereka tidak akan mudah berpindah merek. Untuk memperkuat upaya tersebut pemasar perlu memperhatikan  kualitas produknya dan kegiatan-kegiatan yang mengkomunikasikan kualitas tersebut. Disamping itu, loyalitas merek yang dkembangkan mencakup semua aspek psikologis konsumen secara total agar tidak mudah berubah, yaitu aspek kognitif, afektif, konatif, dan tindakan.


REFERENSI
Aaker, D. A. (1991), Managing Brand Equity : Capitalizing on the Value of a Brand Name. New York : The Free Press.
Ajzen, I. (1987), “Attitudes, Traits, and Actios: Dispositional Prediction of Behavior in Personality and Social Psychology, “in L. Berkowitz (Ed.), Advances in Experimental Social Psychology, Vol. 20, San Diego, CA : Academic Press, Inc, pp. 1-63.
Ajzen I. (1998), Attitudes, Personality, and Behavior. Milton Keynes, UK : Open University Press
Ajzen, I. and M. Fishbein (1980), Understanding Attitudes and Predicting Social Behavior. Englewood Cliffs, N J : Prentice Hall, Inc.
Assael, H. (1995), Consumer Behavior and Marketing Action, 5th ed. Cincinnati, OH: South-Western College Publishing.
Bagozzi, R. P; H, Baumgartner;  and Y. Yi (1992), “State versus Action Orientation and the Theory of Reasoned Action: An Application to Coupon Usage,” Journal of Consumer Research, Vol 18 (Marc), pp.505-518
Bagozzi, R. P. and P. R. Warshaw (1990), “Trying to Consume,” Journal of Consumer Research, Vol. 17 (September), pp.127-140
Beatty, S. E; L. R. Kahle; and P. Homer (1998), “The Involvement Commitment Model; Theory and Implications,” Journal of Consumer Research, Vol.2, pp. 157-167
Boulding, W; A. K Ira; R. Staelin; and V. A: Zeithaml (1993), “A Dynamic Process Model of Service Quality: From Expectatons to Behavioral Intentions,” Journal of Marketing Research, Vol. 30 (February), pp. 7-27.
Crosby, L. A. and J. R. Taylor (1983), “Psychological Commitment and Its Effects on Post-Decision Evaluation and Preference Stabilitry among Voters,” Journal of Consumer Research, Vol 9 (March), pp.413-431.
Day, G. S. (1969), “A Two-Dimentional Concept of Brand Loyalty,” Journal of Advertising Research, Vol. 9 (September), pp. 29-35.
Dharmmesta, B. S. 1992, “Riset tentang Minat dan Perilaku KOnsumen: Sebuah Catatan dan Tantangan bagi Peneliti yang Mengacu pada ‘Theory of Reasoned Action,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. VII, no. 1, h. 39-53
Dhammesta, B. S. 1997, “Keputusan-keputusan Stratejik untuk Mengeksplorasi Sikap dan Perilaku Konsumen,”  Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.12, no. 3, h. 1-17.
Dharmmesta, B .S. 1998,” Theory of Planned behavior dalam Penelati Sikap, Niat, dan Perilaku Konsumen,” KELOLA Gadjah Mada University Business Review, Vol VII, No.18, h.85-103
Dick, A. S. and K. Basu (1994), “ Customer Loyalty: Toward an Integrated Conceptual Framework,”Journal of the Academy of Marketing Science, Vol 22, No.2 (Spring), 99-113
Fishbein, M.and I. Ajzen (1975), Belief, Attitude, Intention and Behaviour. Reading, MA: Addison-Wesley



FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMEN



Tiga Faktor Yang Mempengaruhi Pilihan Konsumen
1.       Konsumen Individu
Pilihan merek dipengaruhi oleh ; (1). Kebutuhan konsumen, (2) Persepsi atas karakteristik merek, dan (3). Sikap kearah pilihan. Sebagai tambahan, pilihan merek dipengaruhi oleh demografi konsumen, gaya hidup, dan karakteristik personalia.
2.       Pengaruh lingkungan
Lingkungan pembelian konsumen ditujukkan oleh (1). Budaya (Norma kemasyarakatan, pengaruh kedaerahan atau kesukuan), (2). Kelas social (keluasan grup social ekonomi atasa harta milik konsumen), (3). Grup tata muka (teman, anggota keluarga, dan grup referensi) dan (4). Faktor menentukan yang situasional (situasi dimana produk dibel seperti keluarga yang menggunakan mobl dan kalangan usaha)
3.       Marketing strategi
Merupakan variabel dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberitahu dan mempengaruhi konsumen. Variabel-variabelnya adalah (1). Barang, (2). Harga, (3). Periklanan dan (4). Distribusi yang mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan. Pemasar harus mengumpulkan informasi dari konsumen untuk evaluasi kesempatan utama pemasaran dalam pengembangan pemasaran. Kebutuhan ni digambarkan dengan garis panah dua arah antara strategi pemasaran dan keptusan konsumen.

Panah umpan balik mengarah kembal kepada organisasi pemasaran. Pemasar akan mengikuti response konsumen dalam bentuk saham pasar dan data penjualan. Karena itu penelitian pemasaran dperlukan pada tahap ini untuk menentukan reaksi konsumen terhadap merek dan kecenderungan pembelian dimasa yang akan datang. Informasi ini mengarahkan pada manajemen untuk merumuskan kemba stragtegi pemasaran kearah pemenuhan kebuthan konsumen yang lebih baik.

EMPAT TIPE PERILAKU KONSUMEN
Berdasarkan pada tingkat keterlibatan dan pengambilan keputusan ada empat tipe perilaku konsumen :
Proses keterlibatan tinggi:
·      Pengambilan keputusan yang kompleks
·      Kesetiaan merek
Proses keterlibatan rendah :
·      Pengambilan keputusan terbatas, dan
·      Inertia

PENGAMBILAN KEPUTUSAN



Keputusan konsumen untuk membeli atau tidak membeli suatu produk atau jasa merupakan saat yang penting bagi pemasar. Keputusan ini dapat menandai apakah satu strategi pemasaran telah cukup bijaksana, berwawasan las, dan efektif, atau apakah kurang baik direncanakan atau keliru menetapkan sasaran. Keputusan merupakan seleksi terhadap dua pilihan alternative atau lebih.
Riset konsumen eksperimental mengungkapkan bahwa menyediakan pilihan bagi konsumen ketka sesungguhnya tidak ada satu pun pilihan, dapat dijadikan strategi bisnis yang tepat, strategi tersebut dapat meningkatkan penjualan dalam jumlah yang sangat besar.

TINGKAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN
Terdapat tiga tingkat pengambilan keputusan konsumen spesifik, yaitu :
1.      Pemecahan masalah yang luas, kinsmen membutuhkan berbaga informasi untuk menetapkan serangkaan criteria yang berguna menilai merek-merek tertentu dan banyak informasi yang sesuai mengenai setiap merek yang akan dipertimbangkan.
2.      Pemecahan masalah yang terbatas, konsumen total menetapkan criteria dasar untuk menilai kategori produk dan berbagai merek dalam kategori tersebut
3.      Perilaku sebagai respon yang rtin, konsumen telah mempunyai beberapa pengalaman mengenai kategori produk dan serangkaian criteria yang ditetapkan dengan baik untuk menilai berbagai merek yang sedang mereka pertimbangkan

MODEL KEPUTUSAN : EMPAT PANDANGAN MENGENAI PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN
Teori-teori pengambilan keputusan bervariasi, tergantung kepada asumsi peneliti mengenai sifat-sifat manusia. Terdapat empat pandangan atas pengambilan keputusan konsumen:
1.      Pandangan ekonomi, konsumen sering dianggap sebagai pengambil keputusan yang rasional
2.      Pandangan pasif, enggambarkan konsumen sebagai orang yang pada dasarnya tundk pada kepentingan melayani dri dan usaha promosi para pemasar. Para konsumen dianggap sebagai pembeli yang menurutkan kata hati dan rasional
3.      Pandangan kognitif, menggambarkan konsumen berada diantara pandangan ekonomi dan pandangan pasif yang ekstrim, yang tidak (atau tidak dapat) memperoleh pengetahan yang mutlak mengenai semua alternative produk yang tersedia dan karena itu tidak dapat mengambil keputusan yang sempurna, namun secara aktif mencari informasi dan berusaha mengambil keputusan yang memuaskan.
4.      Pandangan emosional, mengambil keputusan yang emosional atau ipulsve (menurtkan desakan hati )
MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN
Model dalam mengambil keputusan mempunyai tiga komponen utama :
1.      Masukan (input), komponen ini mempunyai berbaga pengaruh luar yang berlaku sebagai sumber iformasi mengenai produk tertentu dan mempengaruhi nlai-nila, sikap dan perilaku konsumen yang berkaitan dengan produk. Yang utama dalam factor masukan ini adalah berbagai kegiatan bauran dan pengaruh sosiobudaya di luar pemasaran.
2.      Proses, komponen ini berhubungan dengan cara konsumen mengambil keputusan. Tindakan pengambilan keputusan konsumen terdir dari tiga tahap, yaitu : (a) pengenalan kebutuhan, (b) penelitian sebelum pembelian, dan (c) penilaian berbagai alternative. Factor-faktor praoduk (lamanya waktu antar pembelian, perubahan model produk, perubahan harga, jumlah pembelian, harga yang tinggi, merej alternative yang banyak, berbagai macam keistimewaan), (b) Faktor situasi (pengalaman, dapat diterima secara sosial, pertimbangan yang berhubungan dengan nilai), dan (c) Faktor produk (karakteristik demografis konsumen, kepribadian). Berbagai isu dalam mengevaluasi alternative, yaitu: (a) Rangkaian merek yang diminati, mengacu pada merk-merk khusus yang dipertimbangkan konsumen dalam melakukan pembelian dalam kategori produk tertentu, (b) Kriteria yang Dipakai untuk Mengevaluasi Merek, merupakan rangkaian merk yang mereka minati biasanya dinyatakan dari sudut sifat-sifat produk yang penting, (c) Consumer Desicion Rules, merupakan prosedur yang digunakan oleh konsumen untuk memudahkan pemilihan merk, (d) Gaya Hidup sebagai Suatu Strategi Pengambilan Keputusan Konsumen, berpengaruh pada berbagai perilaku khusus konsumen sehari-hari. (e) Incomplete Information and Noncomparable Alternatives, dalam berbagai situasi pilihan para konsumen menghadapi informasi yang tidak lengkap sebagaid asar keputusan dan harus menggunakan berbagai strategi alternative untuk mengatasi unsur-unsur yang hilang, (e) Series of Decisions (Serangkaian Keputusan), dalam suatu pembelian dapat mencakup sejumlah keputusan. (f) Aturan Pengambilan Keputusan dan Strategi Pemasaran, pengertian mengenai kaidah keputusan mana yang akan digunakan konsumen dalam memilih produk atau jasa tertentu sangat berguna bagi pemasar yang berkepentingan untuk merumuskan program promosi, (g) Visi Konsumsi, sebagai gambaran pengambilan keputusan yang tidak ortodoks, tetapi mungkin sekali akurat dalam situasi kurangnya pengalaman konsumen dan tidak terstrukturnya maslah dengan baik, maupun dalam situasi yang diliputi emosi yang dalam.
3.      Keluaran (output), komponen ini menyangkut dua kegiatan pasca pembelian yang berhubungan erat: perilaku pembelian dan penilaian pasca pembelian. Tujuan dari dua kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kepuasan konsumen terhadap pembeliannya.




KONSUMEN UNTUK MEMBERI HADIAH
Perilaku memberi hadiah didefinisikan sebagai proses pertukaran hadiah yang terjadi antara pemberi dan penerima. Proses pertukaran hadiah merupakan bagian perilaku konsumen yang penting. Terdapat lima jenis pemberian hadiah dan penerimaan hadiah, yaitu:
  1. Pemberian hadiah antar kelompok (sebuah kelompok memberikan hadiah kepada kelompok lain),
  2. Pemberian hadiah antar kategori (seorang individu memberikan hadiah kepada sebuah kelompok atau sebuah kelompok memberikan hadiah kepada seorang individu),
  3. Pemberian hadiah di dalam kelompok (sebuah kelompok memberikan hadiah kepada dirinya sendiri atau kepad para anggotanya),
  4. Pemberian hadiah antar perorangan (seorang individu memberikan hadiah kepada individu lain), dan
  5. Pemberian hadian pada diri sendiri (hadiah untuk diri sendiri).
HAL-HAL DI LUAR KEPUTUSAN: MENGKONSUMSI DAN MEMILIKI
Perilaku konsumen tidak hanya mengambil keputusan pembelian atau perbuatan membeli, ia juga mencakup berbagai pengalaman yang dihubungkan dengan pemakaian atau konsumsi berbagai produk dan jasa. Pengalaman memakai produk dan jasa maupun perasaan senang yang berasaldari memiliki, mengumpulkan atau mengkonsumsi barang-barang dan berbagai pengalaman menyumbang kepada kepuasan konsumen dan kualitas hidup secara keseluruhan. Pemasaran berdasarkan hubungan menjadi demikian penting karena konsumen sekarang ini kurang setia dibandingkan masa lalu, hal ini disebabkan enam kekuatan utama: berlimpahnya pilihan, tersedianya informasi, perasaan berhak, pengkomoditian, ketidakkokohan (masalah keuangan konsumen menurunkan kesetiaan) dan kekurangan waktu (tidak cukup waktu untuk setia).
Pemasaran berdasarkan hubungan mempengaruhi keputusan konsumen dan kepuasan konsumsi mereka. Pemasaran berdasarkan hubungan adalah hal-hal yang berhubungan dengan membangun kepercayaan dan memegang janji yang dibuat oleh para konsumen. Dalam hal ini digunakan untuk mengembangkan ikatan jangka panjang dengan para pelanggan dengan membuat mereka merasa istimewa dan memberikan berbagai pelayanan khusus kepada mereka.

Referensi:
Schiffman, L.G., & Kanuk, L.L. 2007. Consumer Behaviour, 9th ed. New Jersey, Pearson Prentice Hall.